TEMPO.CO, Jakarta - Staf khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo, mengomentari opini yang ditulis bekas Menteri Keuangan Fuad Bawazier di salah satu media nasional. Fuad dalam opininya mengkritik mengenai Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, salah satunya terkait Program Pengungkapan Sukarela atau PPS yang ia sebut sebagai tax amnesty jilid 2.
Bekas Direktur Jenderal Pajak itu menyebut kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak itu kurang logis jika kembali dilakukan, lantaran pada 2016 pemerintah sudah menggelar program serupa.
Atas kritik Fuad Bawazier tersebut, Prastowo mengaku enggan berdebat mengenai apakah program pengampunan sukarela yang ada di dalam UU HPP tersebut adalah tax amnesty atau bukan.
"Mari tilik rumusan di UU HPP secara cermat. Jelas ada beberapa perbedaan fundamental," ujar Prastowo dalam keterangan tertulis, Jumat, 12 November 2021.
Kebijakan I, kata Prastowo, memberi kesempatan bagi peserta tax amnesty 2016-2017 untuk mengungkapkan harta yang dulu belum diungkap, dengan membayar pajak final sebesar 6 persen, 8 persen, atau 11 persen. Ini di atas tarif tebusan waktu itu yang sebesar 2 persen, 3 persen, dan 5 persen.
Lalu, bagi wajib pajak orang pribadi, tutur dia, dapat mengungkapkan secara sukarela penghasilan yang diperoleh dalam kurun 2016-2020 melalui pengungkapan harta dan dikenai tarif final 12 persen, 14 persen, dan 18 persen.